Majalengka || Keberadaan lahan parkir biasanya menjadi salah satu sarana dan prasarana (sarpras) yang disediakan pihak sekolah untuk siswanya. Terlebih bagi sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat yang biasanya sudah banyak yang mulai mengendarai kendaraan roda dua ke sekolah.
Biasanya, lahan parkir disediakan sekolah secara gratis bagi siswa dan siswinya. Namun, terkadang ada pihak di luar sekolah yang khusus membuka lahan parkir didekat area sekolah. Sudah tentu, jika parkir dikelola oleh pihak luar sekolah, parkir akan dikenakan tarif.
Seperti halnya lahan parkir yang berada di samping gedung SMA Negeri 1 Jatitujuh, Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka Jawa Barat yang mengenakan tariff Rp2000 pada para siswa siswa SMA tersebut yang memarkirkan kendaraannya selama mengikuti proses belajar mengajar. Diketahui, berdasarkan informasi, lahan parker tersebut ada di tanak milik BBWS.
Desas desus yang beredar di kalangan orang tua siswa, diduga ada MoU antara pihak pengelola parkir dengan pihak sekolah sebagai timbal balik para pelajar di SMAN tersebut menitipkan motornya di sana. Mereka menyebutkan, pihak sekolah mendapatkan Fee sejumlam Rp.500 per unit kendaraan roda dua milik siswa.
Untuk lahan parkir sendiri, sudah diatur melalui Undang-undang nomor 28 tahun 2019 tentang Pajak dan Retribusi Parkir. Selain itu ada juga Peraturan Daerah yang mengatur tentang parkir. Pada prinsipnya, ada pajak parkir dan retribusi parkir. Pajak parkir biasanya dikelola Bapenda, sementara retribusi pakir dikelola oleh Dinas Perhubungan melalui juru pakir. Penetapan lokasi parkir juga harus berdasarkan SK kepala daerah, ada pengecualian objek parkir, termasuk di sekolah.
Keberadaan lahan parkir di area SMAN 1 Jatitujuh itupun, menjadi sorotan. Apakan sudah sesuai dengan ketentuan?
AL, salah satu orang tua siswa merasa heran para siswa harus parkir di lahan parkir yang dikelola oleh pihak ketiga. Padahal, menurutnya, halaman sekolah cukup luas. Kalau ditata dengan rapi, bisa dijadikan sarana prasarana parkir supaya para siswa tidak lagi terbebani yang tentunya akan membebani orang tua.
Dirinya mengaku keberatan dengan hal itu dan berharap ada kebijakan lain dari pihak sekolah. Ia juga berharap pihak dinas terkait dapat meninjau keberadaan lahan parkir tersebut. Sebab, anak didik harus terbebas dari yang namanya bayar parkir.
Menurutnya, kalaupun siswa tetap harus parkir di sana, kenapa pihak sekolah yang mendapatkan fee Rp.500. Harusnya pihak sekolah minta keringanan tariff pada pihak pengelola.
“Kami selaku orang tua siswa, ingin jelas apakah benar itu hasil dari MoU dengan pihak pengelola?. Kami berharap ada kebijakan pihak sekolah untuk mengadakan sarana Parkiran yang nyaman dan tidak ada pungutan parkir di lingkungan sekolah,” Katanya, pada media, Rabu (19/6/2024).
Tak hanya orang tua siwa yang menyoroti soal dugaan adanya fee sebesar Rp.500 per kendaraan siswa yang diparkir di sana. Salah satu warga yang sedang berada tak jauh dari lahan prkir mempertanyakan soal adanya fee tersebut.
“Kalau benar fee sebesar Rp.500 ke pihak sekolah dari tiap kendaraan siswa yang parkir di sana, untuk apa Penggunanya?. Apakah untuk kepetingan pribadi atau untuk kepetingan sekolah? ,” Ujar dia.
“Kami berharap keberadaan siswa yang membawa kendaraan ke sekolah, jangan dijadikan lading usaha. Mohon untuk diperhatikan kembali agar siswa bebas dari pungutan parkir,” Imbuhnya.
Ditemui awak media, salah satu petugas di lahan parkir tersebut mengungkapkan bahwa parkiran itu sudah berjalan hamper satu tahun. Menurutnya, ada kurang lebih 200 unit kendaraan roda dua setiap harinya yang parkir di sana.
“Satu kali masuk kendaraan siswa dikarcis Rp.2000 dan ini bukti karcisnya dari pihak pengelola Koperasi Bendungan Rentang dan hasilnya kami serahkan ke sana” Kata sang Jukir sembari menunjukan karcis parkir.
Sementara itu, ditemui di kantornya, Kepsek SMAN 1 Jatitujuh sedang taka da di tempat. Ade, selaku Bendahara Sekolah membenarkan kalau siswa SMAN 1 Jatitujuh parkirnya di sana.
“Terkait lahan parkiran itu, saya mengetahui, tapi bukan punya sekolah. Itu punya pihak ketiga ada yang mengelonya, namanya bapak tatang dia yang pengelola lahan parkiran,” Jelasnya.
Ditanya terkait adanya rumor pihak sekolah mendapatkan fee dari pengelola parkir, Ade menandaskan bahwa itu tidak ada. Pihak sekolah hanya mengetahui saja siswa parkir di sana.
“Adanya fee 500 rupiah per kendaraan siswa, saya rasa itu tidak benar pak,” Kata Ade.
“Kalau mau lebih jelas, bapak besok datang saja kesini biar bisa ketemu sama bapak kepala sekolah nya dan kebetulan Magang di SMA negeri 1 Rajagaluh,” sebutnya.
Dihubungi melalui WhatsApp, H Enjen Jaenal Alim juga membantak soal adanya MoU dan pihak sekolah mendapatkan fee dari pihak pengelola parkir.
Ia pun menjelaskan, kenapa di sekolah tidak sarana prasarana parkir.
Pertama: “Sekolah tidak kumuh oleh motor siswa supaya lingkungan tertata rapi,
Kedua: “tidak menggangu saran olahraga”,
Ketiga: “Tidak menggangu mobilitas siswa halaman sekolah,
Keempat: “Motor siswa tidak kepanasan,
Kelima:” tidak sering mendengar helm hilang spion hilang ,
“Keenam,” Scurity yang terbatas dan Wakasek tidak terlalu disibukkan dengan pengaturan parkir,” dan
- Ketujuh: “kami tidak ada MoU berhubungan finansial hanya kalau ada MILAD sekolah kami minta bantuan, halal bil halal, turnamen olahraga antara SLTP, kami minta Bantuan sumbangan,” Jelasnya. (Leo)