Pemerintah di Sidang MK: Proporsional Terbuka Sistem Terbaik dalam Pemilu

Suaramajalengka.com//Jakarta – Presiden Jokowi dan pemerintah memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/1). UU Pemilu digugat terkait sistem proporsional terbuka.

Presiden Jokowi dalam hal ini diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly.
Namun, Tito dan Yasonna tidak hadir dan diwakilkan oleh Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar dan Dirjen HAM KemenkumHAM Mualimin Abdi.

Bahtiar menjelaskan, pada prinsipnya sistem proporsional terbuka atau tertutup sama-sama baik apabila partai politik dapat melahirkan kader yang berkualitas dalam mendukung prinsip dasar demokrasi dan kesejahteraan rakyat sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
“Menurut UU, maka kedaulatan berada di tangan rakyat yaitu bahwa rakyat miliki kedaulatan, tanggung jawab , hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih anggota DPR/DPRD,” kata Bahtiar.
“Lahirnya UU 7/2017 tentang Pemilu bertujuan agar caleg DPR/DPD dapat maksimalkan diri dalam melakukan pendekatan, menyampaikan visi/misi kepada rakyat, pemilih serta mendorong parpol agar mengajukan kader yang terbaik, teruji, berkualitas untuk memenangkan kursi. sehingga rakyat sebagai pemegang kekuasaan dapat memilih anggota DPR/DPRD yang benar-benar mewakilinya,” tutur Bahtiar.

Lebih jauh, setelah Amandemen ketiga UUD 1945 pada 9 November 1999, dalam ayat 2 UUD 1945 menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat.

Memaknai kedaulatan rakyat yakni dengan dilaksanakannya Pileg, Pilpres secara langsung, maka DPR mengubah sistem pemilu setelah reformasi menjadi secara langsung baik pemilihan capres-wapres, DPR/DPR sejak Pemilu 2004 sampai 2019.
“Sebagaimana diatur Pasal 6 ayat 1 UUD nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR/DPRD menyatakan pemilu untuk memilih DPR, DPRD dilaksanakan sistem proporsional terbuka,” ucap Bahtiar.
Pemerintah menilai, sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilu yang terbaik dan layak diterapkan di Indonesia. Sebab rakyat bebas memilih caleg yang akan dipilih dan caleg terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak.
“Di samping memberikan kemudahan, juga lebih adil bagi anggota DPR/DPRD dan masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Baik yang tergabung dalam parpol maupun non-parpol karena kemenangan seseorang untuk terpilih tidak digantungkan kepada parpol tetapi sampai sejauh mana besarnya dukungan suara rakyat yang diberikan,” ucap dia.

“Dengan demikian, berdasarkan putusan MK, sistem proporsional terbuka dianggap sistem terbaik dalam penyelenggara Pemilu dalam one man, one vote, one value,” jelas Bahtiar.

Berdasarkan pemaparan itu, Presiden dan pemerintah meminta hakim MK yang untuk mengabulkan dua permohonan mereka.

1. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan.

2. Menyatakan Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 1 huruf d, Pasal 386 ayat 2 huruf d, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422 dan Pasal 426 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap mempunyai kedudukan hukum yang mengikat.

“Namun apabila yang mulia ketua dan majelis berpendapat lain, mohon kiranya dapat memberikan keputusan bijak dan adil,” kata Bahtiar.

(@aher/kumparan.com)

Related posts