DPO Polres Pati Kasus Pencabulan Anak Hingga Kini Sudah 9 Tahun Masih Berkeliaran Di Luar

Pati || suaramajalengka.com – Adalah Zainal Abidin bin Karnaji warga desa Karang kec. Juwana yang sudah ditetapkan sebagai Tersangka pelaku pencabulan anak dibawah umur pada tahun 2013 yang lalu.

Bidin demikian orang tersebut populer dipanggilnya, sudah pernah ditangkap dan ditahan oleh Penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Pati bahkan berkasnya juga sudah dinyatakan P.21 oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Pati namun entah mengapa dia (bidin) diberikan penangguhan penahanan oleh Kapolres Pati waktu itu yaitu AKBP Bernard Sibarani sehingga akhirnya pelaku kabur dan sampai kini belum berhasil diringkus kembali guna mempertanggung-jawabkan perbuatannya.

Adapun korban adalah Dewi Puspitasari (DP) bin Ngatman warga dukuh Bago ds Mintomulyo Juwana yang akibat perbuatan pencabulan yang dialaminya melahirkan seorang anak laki laki yang hingga kini sudah berusia 9 thn.
DP sendiri telah meninggal dunia tidak berapa lama setelah melahirkan anaknya, dan kini anak tersebut (Tama) diasuh oleh kedua orang tua DP yaitu Mbah Ngatman yang sudah lanjut usia bahkan istri mbah Ngatman kini menderita sakit asam urat serta katarak kondisinya sangat memprihatinkan.
Kepada Tim Media yang menemuinya di rumahnya yang sekarang yaitu di desa Widorokandang turut kec. Kota Pati 31/12/2022 – istri Mbah Ngatman menuturkan suka dukanya dalam merawat Tama dari bayi hingga sekarang (sudah duduk di bangku SD kls 4) ””Nyuwun tulung pak, kulo tiyang alit mugi mugi taksih wonten keadilan kangge kawulo, Bidin enggal saged ditangkap pak, mesaake Tama, umur kulo pun sami sepuh rogo pun rempu sakit sakitan ” ( minta tolong pak, kami orang kecil semoga masih ada keadilan untuk kami, Bidin segera bisa ditangkap kasihan Tama, umur kami sudah renta, raga sudah payah sakit sakitan – red) iba isrri mbah Ngatman sambil menyeka air matanya menahan tangisnya.
Pada intinya kedua orang tua DP berharap agar pelaku bisa segera ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatan serta adanya kepastian hukum.

Seorang pemerhati masalah Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Jawa Tengah yang juga Praktisi hukum, T.W Larasati, SE. SH. MH. CLa dalam kesempatan terpisah baru baru ini memberikan tanggapannya sebagai berikut : ” Terkait dengan kasus ini, dikarenakan Pencabulan merupakan bentuk kekerasan seksual yang ditentang oleh undang – undang. Ketika pencabulan tersebut terjadi pada anak di bawah umur, dampaknya sangat buruk, terutama pada masa depan anak. Oleh sebab itu UU Perlindungan Anak dibentuk agar kasus seperti pencabulan dapat dicegah.
Pencabulan terhadap anak secara tegas dilarang dalam undang – undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 pasal 76. Disebutkan bahwa setiap orang dilarang memaksa anak melakukan persetubuhan, baik dengan dirinya maupun dengan orang lain.

Jika terjadi pemaksaan atau ancaman terdapat anak untuk melakukan persetubuhan, maka tindakan tersebut merupakan pencabulan, sehingga dapat dikenai ancaman pidana. Sebagaimana telah diatur dalam undang – undang perlindungan anak tersebut, ditetapkan sanksi pidana kepada pelaku yang dimuat dalam pasal 81.

Pasal penjerat pelaku pencabulan anak di bawah umur diatur dalam pasal 76 undang – undang perlindungan anak. Pasal ini akan dikenakan terhadap setiap tindakan yang masuk kategori pencabulan terhadap anak.

Di dalam pasal 81 undang – undang perlindungan anak tahun 2014 no 35 tersebut, ada tiga hal yang menjadi sorotan. Hal utama yang disoroti adalah pelaku pencabulan akan dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak 5 miliar rupiah.
Dalam undang – undang perlindungan anak tersebut tidak dikenal istilah suka sama suka.

Persetubuhan terhadap anak di bawah umur dikategorikan sebagai pemerkosaan atau pencabulan. Oleh sebab itu, pidana penjara bisa diberlakukan sebagaimana telah diatur di dalam pasal 81 tersebut.

Dalam pasal 81 tersebut juga disebutkan bahwa pidana juga berlaku terhadap orang yang melakukan tipu muslihat atau membujuk anak untuk melakukan tindakan cabul. Bagian 3 pasal 81 menyebutkan jika pelaku merupakan orang terdekat anak, seperti orang tua, wali, pengasuh, dan lainnya, maka hukumannya ditambah sepertiga ancaman yang diberikan.
Seharusnya penyidik tidak boleh memberikan penangguhan penahanan apalagi Jaksa Penuntut Umum menyatakan berkas tersebut sudah P.21, yang berarti berkas tersebut sudah lengkap untuk dibawa ke Pengadilan agar dapat disidangkan dan pelaku dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya ” Larasati juga sangat menaruh harapan agar pihak Aparat Penegak Hukum serta jajaran Dinas terkait di Pemkab Pati segera bisa menangkap pelaku sesegera mungkin mengingat kasus tersebut sudah terbengkalai sangat lama yaitu sekitar 9 tahun.

Didapat informasi dari seorang rekan aktifis LSM bahwa menurut Kades Karang, si pelaku (Bidin) konon kabarnya sekarang berdomisili di Batam dan sudah berkeluarga disana.
Terpisah Kapolres Pati AKBP Christian Tobing sewaktu ditemui Tim Media di ruang kerjanya pada 01/08/2022 yang lalu berjanji akan segera memerintahkan jajarannya untuk menindaklanjuti perkara ini namun hingga kini masih belum ada perkembangan yang signifikan. (Bsa-red)

Pos terkait