ppnews.id – Majalengka, Diduga buku nikah palsu beredar di wilayah Kertajati Kabupaten Majalengka, herannya pasangan yang menikah 2 pasangan itu bukan dari warga Kecamatan Kertajati melainkan warga dari Kecamatan Jatiwangi. Ironisnya, buku nikah palsu tersebut mengatasnamakan KUA Kecamatan Kertajati lengkap dengan barcode beserta tanda tangan/cap dari kepala KUA.
(Jumat, 18/11/22), Hal itu terungkap setelah awak media mendapat informasi dari narasumber yang merupakan istri dari pengantin inisial (AY) warga Desa Cibentar Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka, menuturkan kepada awak media, “iya awalnya, kami iseng ngecek nomer registrasi buku nikah kami, akan tetapi setelah di cek ternyata buku nikah kami tidak terdaftar, sudah ada 2 bulanan mah pak kurang lebih nya juga sudah diuruskan lagi, tapi belum beres sampai sekarang juga”. Bebernya.

“Kemarin tuh saya kurang tahu, yang lebih tau suami saya pak, kalau gak salah dia nyuruh temannya minta di bantu untuk membuat kepengurusan pernikahan, biaya kalau gak salah Rp.2.500.000.”pungkasnya.
Supaya berita berimbang, tim awak media mendatangi kediaman (O) warga Desa Pasiripis Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka, yang patut diduga mengeluarkan buku nikah palsu tersebut. Saat ditemui, ia mengatakan, “sebenarnya saya tidak tahu kalau itu sudah lama, sekarang buku nikah apa yang sehari dua hari jadi, dispen aja berapa biaya nya sedangkan ini cuma ngasih ke saya Rp.1.700.000, iya saya bertanggung jawab kalau itu mau dibenerin di resmikan, intinya mah saya gak mau lah bikin seperti itu, ya karena alesannya mau bikin BPJS kan lagi hamil itu teh, BPJSnya biar bisa buat lahiran, sebenarnya simpel lah ingin membantu sebenarnya mah, ya kalau tidak teregistrasi ya otomatis sudah palsu, bukunya buku asli tapi punya orang lain.”katanya. (Sabtu, 19/11/22).
Sebelumnya tim awak media pada tanggal (18/11/22), sudah melakukan wawancara dengan kepala KUA Kertajati yakni H. Wawan Ridwanullah, M.M.Pd, dalam sesi wawancara ia menyampaikan, justru saya juga harus mengajukan karena disitu ada pemalsuan tanda tangan saya, kata saya nanti dulu gampang yang begitu mah, jadi saya sama orang nya ada niat baik koperatif, saya gak mau lah khawatir. Ya jelas itu bukan tandan asli saya, tapi di palsukan segala rupanya, sudah saya dengan bu (O) sudah berkomunikasi, ketika ditanyakan dapet darimana katanya pak itu mah urusan saya dapat dari mana-mana nya mah.

“Sekarang yang palsu juga banyak, cuma tidak terdaftar di KUA, iya memang setelah di cek buku nikah tersebut dengan nomor sekian bukan atasnama itu melainkan orang lain, berarti itu palsu katanya, ya saya sebagai pihak yang dirugikan justru setelah permasalah ini beres antara kedua belah pihak, baru saya mau manggil bu (O) gitu dan akan menuntut, ya dia itu pemain kayanya tanggapannya, jelas itu ada pemalsuan dokumen, saya mah baru tau informasinya sekarang, justru itu yang harus sidang dispen 1 lahiran 2004 perempuannya, sampai saya nanya dapet berapa dari sananya ke bu (O) tuh katanya dapet Rp.2.500.000 dari yang bersangkutan”. tambahnya.
Ia juga menambahkan, langkah kita ke depan mah ya istilahnya ketelitian dalam memasukan data aja, sekarang kan sudah online simkah, ya kalau umur nya kurang otomatis sudah tidak akan masuk, iya yang mengeluarkan buku nikah tersebut itu istri dari pa lebe desa pasiripis.”tukasnya
Perlu diketahui, memalsukan buku nikah bisa dijerat pidana. Hal ini terungkap dalam pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ayat pertama pasal 263 KUHP berbunyi, “Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Sementara itu, ayat kedua pasal 263 KUHP menyatakan, “Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.”
(Biro Majalengka)